Mujahadah
“Demi jiwa dan penyempurnaan penciptaannya. Lalu Allah mengilhamkan kepadanya keburukan dan ketakwaannya. Sungguh berbahagia orang yang mensucikannya. Dan sungguh celaka orang yang mengotorinya.” (Q.S. Al-Syams/91: 7-10)
Allah menciptakan jiwa dalam tubuh manusia, dengan segala keunikannya, membuat hidup manusia menjadi sempurna. Ia memiliki potensi untuk menjadi baik dan buruk dalam waktu yang bersamaan. Bila manusia mampu mengembangkan potensi baik jiwanya, maka bahagialah dia. Sebaliknya bila potensi buruknya lebih kuat dan berkuasa, maka celakalah dia.
Syaikh Abu Bakr al-Jazairy mengatakan bahwa kebahagiaan seorang Muslim di dunia dan akhirat adalah buah dari usaha mendidik dan mensucikan jiwanya. Dan kesengsaraannya merupakan akibat kerusakan dan kekotoran jiwanya.
Untuk membangkitkan potensi baik jiwa dan meredam potensi buruknya diperlukan usaha keras. Para ulama menyebutnya dengan istilah “Mujahadah”.
Lebih jauh Ibn Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan, “Mujahadah adalah sebuah proses pembangkitan kekuatan agama dan faktor-faktor pendukungnya, untuk melawan kekuatan hawa nafsu secara bertahap dan perlahan sampai terasa nikmatnya kemenangan yang memperkuat keinginannya”.
Ibn Qayyim al-Jauziyyah juga mengatakan bahwa tujuan akhir dari mujahadah adalah menundukkan jiwa hingga mencapai derajat tinggi di sisi Allah, mendapatkan pahala karena meninggalkan apa-apa yang dicintainya karena Allah dan lebih mementingkan keridaan Allah dari pada keinginan dirinya.
Mujahadah adalah sebuah proses yang tidak pernah berakhir, karena bila seorang dengan mujahadahnya telah mampu mencapai satu tahapan, maka ia terdorong untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah membuktikan hal ini. Beliau shalat malam hingga kakinya bengkak, akibat lamanya berdiri, membaca ayat-ayat Allah dengan penghayatan yang mendalam. Ketika ditanya mengapa melakukan itu, padahal sudah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. Beliau menjawab, “Karena itu, apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur?”
Selanjutnya Ibn Qayyim mengatakan bahwa manusia yang paling sempurna hidayahnya adalah yang paling kuat mujahadahnya. Dan mujahadah yang paling harus dilakukan adalah menundukkan jiwa, hawa nafsu, setan dan dunia. Barang siapa mampu menundukkan keempat hal ini karena Allah, maka Dia akan menunjukkan kepadanya jalan-jalan yang diridai-Nya yang akan mengantarkannya sampai ke dalam surga.
Rasulullah dan para sahabat merupakan figur-figur teladan dalam mujahadah. Mereka tidak kenal lelah untuk menundukan hawa nafsu demi mencapai derajat tinggi di sisi Allah. Ali bin Abi Thalib menceritakan keadaan para sahabat Rasulullah, “Demi Allah! Sungguh Aku melihat para sahabat Rasulullah, tidak ada seorang pun yang menyamai mereka. Di waktu pagi rambut mereka kusut, baju mereka berdebu, wajah mereka pucat, karena malam harinya mereka berdiri membaca al-Qur’an dan sujud merenggangkan antara kaki dan jidat mereka. Bila disebut nama Allah, badan mereka bergetar seperti pohon tertiup angin, lalu air mata mereka bercucuran membasahi baju mereka.”
Oleh: DR. Ade Hermansyah, Lc, M.Pd.I
Repost dari artikel : https://almatuq.sch.id/mujahadah